3/23/2013

Degung





Kesenian degung adalah pertunjukan yang mneggunakan instrument gamelan waditra. Kesenian degung lebih mengarah kepada laras pelog.  Eksistensi kesenian degung lebiih menekankan kepada peran seorang sinden dengan melantunkan ungkapan keagunganilahi, yang diwujudkan daloam bentuk ka-nagara-an. Intrumen kesenian degung yang paling dominan adalah boning dan go’ong atau gong.
Kata degung memberikan makna “Ngadeg Nu Agung” artinya selama menjalani kehidupan di dunia harus mampu “Ngadegkeun Nu Agung dina diri jadi Kaagungan”. Lantunan lirik sinden memberikan silib-siloka akan ajaran yang harus dimaknai di dalam kehidupan manusia. Instrumen boning mengisyaratkan Buana Kahyangan. Kendang mengisyaratkan Kendan Hyang atau nagara kendan. Go’ong merupakan silib kebesaran atau keagungan.

Kesenian degung secara keseluruhan memberi pemahaman ajaran atau adab sunda yaitu ”Ngadegkeun Nu Agung Dina Diri” (ketauhidan) , yang berasal dari Buana Kahyangan di kerajaan Kendan. Kerajaan berawal dari Prabu Sindula,  sebagai bentuk perwujudan atau perwakilan Hyang Agung di muka bumi.
Kujang sebagai simbolisasi dari seni degung ini adalah kujang Naga, Kujang kUntul dan Kujang jenis Pangarak. Kujang naga bermakna nagara atau kanagaraan.

Kujang Kuntul atau  Bango bermakna laku elmu menuju ke kahyangan atau moksa (menuju ke langit atau leungit)
Kujang Pangarak sebagai personifikasi panji kaagungan nagara (karatuan)

-          Kacapi Suling

 Kacapi (yang dimaksud adalah kacapi indung) secara fisik bentuknya menyerupai perahu besar. Kacapi Indung mempunyai senar 17-18 utas, sebagai instrument kesenian bunyi memainkannya dengan cara di petik dawai-dawainya secara harmonis. Suling adalah instrument tiup yang menghasilkan bunyi, yang dibuat dari bamboo denga jumlah lubang 6 di depan dan 1 di belakang, dan bagian atas didikat oleh sayatan kulit hoe (dalam bahasa Indonesia rotan). Kedua Instrumen tersebut apabila dilantunkan akan menghasilkan irama sukma yang menghantarkan jiwa, ke “atas” atau atmosfir ke-ilahi-an. Musik ini popular dengan istilah Cianjuran.

Bentuk kacapi indung yang berupa perahu (Parahu) member makna Para-Hyang sebagai pancer atau pusat buana dalam kehidupan di marcapada. Jumalah senar 18 memberi makna pada aksara pusaka yang merupakan ajaran Sunda, dimana ke-18 aksara tersebut mempunyai makna atau ajaran. Untuk membuka esensi ajaran Sunda Parahyang dan Kahyangan harus dapat membuka makna 18 aksara Ha Na Ca Ra Ka tersebut, karena kunci dari aksara tersebut adalah Da Punta Hyang Patanjala
Da bermakna Sunda
Punta  bermakna Buana Panca Tengah
Hyang bermakna Kahyangan
Patanjala bermakna Galuh
Kandungan makna tersebut tertulis dalam Aji Sastra Jendra Hayuningrat atau Aji Saka Purwawisesa (Sribima, Punta, Narayana Madura, Suradipati)

Kacapi Indung dimulai dari Kaman Taruma Nagara yang diidentikkan dengan tokoh Galuh Kandiawati Dewi Mayang Sunda yang berkedudukan di Parahyang (gunung Bukit Tunggul). Misi kenegaraan ini selanjutnya diteruskan pada jaman Taruma Nagara denga misi ajaran Sribima-Punta-Narayana-Madura-Suradipati atau Panca Kucika. Ajaran ini kemudian dilaksanakan oleh dinasti Sunda dan Galuh.

Suling identik dengan Pajajaran, kata suling mengisyaratkan makna Siliwangi. Perwujudan bentuk suling adalah manifestasi dari sosok manusia yang mempunyai lubang7 diatas kepala. Lubang yang berada di kepala manusia adalah 2 lubang mata, 2 lubang hidung, 2 lubang dan 1 lubang hidung. Fenomena ini menunjuk kepada manusia Sunda yang memakai ikat kepala yang sedang ditiup atau dimainkan oleh Sang Maha Pencipta untuk melantunkan nada-nada indah ke-ilahi-an yang bermuatan ilmu dan amal kebaikan.

Silihwangi asal kata dari
Sa bermakna Satu atau Tunggal
La bermakna Alam Jadi
HA bermakna Hirup atau Utama
Wa bermakna Hawa
Nga bermakna Nu Kawasa

Siliwangi bermakna Rasa Sajati Ning Kawasa




sumber:aris kurniawan,2012




3/11/2013

Upaca Adat Tujuh Bulanan

Upacara ritual tujuh bulanan secara harfiah adalah bentuk rasa syukur akan datangnya utusan atau wakil di bumi dari Tuhan Maha Kuasa. Maka rasa syukut ini harus disambut dengan rasa gembira, syukuran dengan simbolisasi ritual dengan sarana berupa rujak honjenje dengan kepeng genting (menyerupai bentuk uang logam). Rujak Honje  tersebut harus dibeli dengan kepeng genting. Makna yang tersirat dari ritual tujuh ini adalah:

Tujuh mengisyaratkan makna jati       
Bulan bermakna buana atau manusia
--> Tujuh Bulan bermakna manusia sejati sebagai calon pemimpin di muka bumi

Pelaksanaan upacara ritual tujuh bulanan tersebut, sang ibu dimandikan dengan air bunga atau kembang tujuh rupa dan ditambah dengan siloka yang lainnya yaitu:ikan mas, belut dan buah kelapa.
  • Kembang bermakna sukma 
  • Kembang tujuh rupa bermakna sukma sejati 
  • Tujuh bermakna sajati
  •  Lauk emas bermakna laku emas atau laku mulia (logam mulia)
  •  Belut bermakna licin atau dalam bahasa Sunda lungsur langsar, sebagai perwujudan sukma lembut dan halus
  • Kalapa bermakna kepala atau pemimpin dalam nagar (Ratu

Semua unsur atau sarana ritual ini diluncurkan dari dada melalui perut dan melintasi larangan dan harus "ditampa" atau disangga sang Ibunda dari wanita hamil tersebut,  agar tidak jatuh ke tanah. Peristiwa ini mengandung makna bahwa seluruh simbol ini tidak gagal dibawa oleh si jabang bayi, yang terdiri dari perlikau yang mulia, rasa yang halus sebagai pemimpin keluarga dan masyarakat dalam negara.

Rujak memberi makna jasa atau hukum
Honje bermakna hujung atau ajaran
Kepeng genting bermakna alat penukar atau bentuk pengorbanan
Pertukaran rujak hoonje oleh genting bermakna bahwa keilmuan atau ajaran harus ditukar denga pengorbanan berupa kesungguhan tekad atau tirakat. Simbolisasi kujang untuk upacara ritual tujuh bulanan ini adalah kujang Sajen yang bermakna satu ajaran, atau menyatu atau dalam bahasa Sunda bermakna Nyurupkeun ajaran ke jabang bayi.


Kujang Sajen





sumber: Aris Kurniawan, 2012
gambar:http://galuhrahayujogja.wordpress.com

Upacara Adat Khitanan

Upacara adat atau ritual khitnan secara harfiah merupakan usaha membersihkan anak dan sebagai syarat dimulainya belajar agama. Makna yang tersirat dalam ritual ini, seorang anak membersihkan diri dengan jalan memahami ajaran agama, karena pada dasarnya  seorang anak adalah "pirateun" atau calon pemimpin. Sementara sang ayah adalah sang Rama, dan sang Ibu adalah sama denganResi. Simbolisasi kujang dari upacara adat ini adalah Kujang Bangkong dan Naga



12/28/2012

LOMBA LUKIS








Lomba lukis tingkatt SD se-kecamatan cipunagara yang diadakan pada tanggal 23 Desember dengan mengambil tema "Ibuku Inspirasiku".
 

 


 





12/19/2012

SEJARAH SISINGAAN




Sisingaan atau Gotong Singa (sebutan lainnya Odong-odong) merupakan salah satu jenis seni pertunjukan rakyat Jawa Barat, khas Subang (di samping seni lainnya seperti Bajidoran dan Genjring Bonyok) berupa keterampilan memainkan tandu berisi boneka singa (Sunda: sisingaan, singa tiruan) berpenunggang.

Terdapat beberapa keterangan tentang asal usul Sisingaan ini, di antaranya bahwa Sisingaan memiliki hubungan dengan bentuk perlawanan rakyat terhadap penjajah lewat binatang Singa kembar (Singa kembar lambang penjajah Belanda), yang pada waktu itu hanya punya sisa waktu luang dua hari dalam seminggu. Keterangan lain dikaitkan dengan semangat menampilkan jenis kesenian di Anjungan Jawa Barat sekitar tahun 70-an, ketika Bupati Subang dipegang oleh Pak Atju. Pada waktu itu RAF (Rachmatulah Ading Affandi) yang juga tengah berdinas di Subang, karena ia dikenal sebagai seniman dan budayawan dimintakan kitanya. Dalam prosesnya itu, akhirnya ditampilkanlah Gotong Singa atau Sisingaan yang dalam bentuknya masih sederhana, termasuk musik pengiringnya dan kostum penari pengusung Sisingaan. Ternyata sambutannya sangat luar biasa, sejak itu Sisingaan menjadi dikenal masyarakat.

Dalam perkembangan bentuknya Sisingaan, dari bentuk Singa Kembar yang sederhana, semakin lama disempurnakan, baik bahan maupun rupanya, semakin gagah dan menarik. Demikian juga para pengusung Sisingaan, kostumnya semakin dibuat glamour dengan warna-warna kontras dan menyolok.. Demikian pula dengan penataan gerak tarinya dari hari ke hari semakin ditata dan disempurnakan. Juga musik pengiringnya, sudah ditambahkan dengan berbagai perkusi lain, seperti bedug, genjring dll. Begitu juga dengan lagu-lagunya, lagu-lagu dangdut popular sekarang menjadi dominan. Dalam beberapa festival Helaran Sisingaan selalu menjadi unggulan, masyarakat semakin menyukainya, karena itu perkembangannya sangat pesat.

Dewasa ini, di Subang saja diperkirakan ada 200 grup Sisingaan yang tersebar di setiap desa, oleh karena itu Festival Sisingaan Kabupaten Subang yang diselenggarakan setiap tahunnya, merupakan jawaban konkrit dari antusiasme masyarakat Subang. Karena bagi pemenang, diberi peluang mengisi acara di tingkat regional, nasional, bahkan internasional. Penyebaran Sisingaan sangat cepat, dibeberapa daerah di luar Subang, seperti Sumedang, Kabupaten Bandung, Purwakarta, dll, Sisingaan menjadi salah satu jenis pertunjukan rakyat yang disukai, terutama dalam acara-acara khitanan dan perkawinan. Sebagai seni helaran yang unggul, Sisingaan dikemas sedemikian rupa dengan penambahan pelbagai atraksi, misalnya yang paling menonjol adalah Jajangkungan dengan tampilan manusia-manusia yang tinggi menjangkau langit, sekitar 3-4 meter, serta ditambahkan dengan bunyibunyian petasan yang dipasang dalam bentuk sebuah senapan.
Dalam rangka menumbuhkembangkan seni sisingaan khas kabupaten subang, sanggar seni ninaproduction berupaya untuk melakukan regerasi melaui pembinaan tari anak-anak usia 7 tahun sampai remaja, termasuk tari sisingaan. Nina production beralamat di Jalan Patinggi no 78 Desa buni hayu Jalancagak Subang, sampai saat ini Sanggar Nina Production telah di liput oleh trans 7 dalam acara wara wiri, Daai TV dan sekarang tangggal 2 Mei 2010 akan diliput oleh ANTV dalam acara anak pemberani.

Pertunjukan

Pertunjukan Sisingaan pada dasarnya dimulai dengan tetabuhan musik yang dinamis. Lalu diikuti oleh permainan Sisingaan oleh penari pengusung sisingaan, lewat gerak antara lain: Pasang/Kuda-kuda, Bangkaret, Masang/Ancang-ancang, Gugulingan, Sepakan dua, Langkah mundur, Kael, Mincid, Ewag, Jeblag, Putar taktak, Gendong Singa, Nanggeuy Singa, Angkat jungjung, Ngolecer,Lambang, Pasagi Tilu, Melak cau, Nincak rancatan, dan Kakapalan. Sebagai seni Helaran, Sisingaan bergerak terus mengelilingi kampung, desa, atau jalanan kota. Sampai akhirnya kembali ke tempat semula. Di dalam perkembangannya, musik pengiring lebih dinamis, dan melahirkan musik Genjring Bonyok dan juga Tardug.

Penyajian

Pola penyajian Sisingaan meliputi:
  1. Tatalu (tetabuhan, arang-arang bubuka) atau keringan
  2. Kidung atau kembang gadung
  3. Sajian Ibingan di antaranya solor, gondang, ewang (kangsreng), catrik, kosong-kosong dan lain-lain
  4. Atraksi atau demo, biasanya disebut atraksi kamonesan dalam pertunjukan Sisingaan yang awalnya terinspirasi oleh atraksi Adem Ayem (genjring akrobat) dan Liong (barongsay)
  5. Penutup dengan musik keringan.

Musik pengiring

Musik pengiring Sisingaan pada awalnya cukup sederhana, antara lain: Kendang Indung (2 buah), Kulanter, Bonang (ketuk), Tarompet, Goong, Kempul, Kecrek. Karena Helaran, memainkannya sambil berdiri, digotong dan diikatkan ke tubuh. Dalam perkembangannya sekarang memakai juru kawih dengan lagu-lagu (baik vokal maupun intrumental), antara lain: Lagu Keringan, Lagu Kidung, Lagu Titipatipa, Lagu Gondang,Lagu Kasreng, Lagu Selingan (Siyur, Tepang Sono, Awet rajet, Serat Salira, Madu dan Racun, Pria Idaman, Goyang Dombret, Warudoyong dll), Lagu Gurudugan, Lagu Mapay Roko atau Mars-an (sebagai lagu penutup). Lagu lagu dalam Sisingaan tersebut diambil dari lagu-lagu kesenian Ketuk Tilu, Doger dan Kliningan.

Pemaknaan

Ada beberapa makna yang terkandung dalam seni pertunjukan Sisingaan, diantaranya:
  • Makna sosial, masyarakat Subang percaya bahwa jiwa kesenian rakyat sangat berperan dalam diri mereka, seperti egalitarian, spontanitas, dan rasa memiliki dari setiap jenis seni rakyat yang muncul.
  • Makna teatrikal, dilihat dari penampilannya Sisingaan dewasa ini tak diragukan lagi sangat teatrikal, apalagi setelah ditmabhakn berbagai variasi, seperti jajangkungan dan lain-lain.
  • Makna komersial, karena Sisingaan mampu meningkatkan kesejahteraan mereka, maka antusiasme munculnya sejumlah puluhan bahkan ratusan kelompok Sisingaan dari berbagai desa untuk ikut festival, menunjukan peluang ini, karena si pemenang akan mendapatkan peluang bisnis yang menggiurkan, sama halnya seperti seni bajidoran.
  • Makna universal, dalam setiap etnik dan bangsa seringkali dipunyai pemujaan terhadap binatang Singa (terutama Eropa dan Afrika), meskipun di Jawa Barat tidak terdapat habitat binatang Singa, namun dengan konsep kerkayatan, dapat saja Singa muncul bukan dihabitatnya, dan diterima sebagai miliknya, terbukti pada Sisingaan.
  • Makna Spiritual, dipercaya oleh masyarakat lingkungannya untuk keselamatan/ (salametan) atau syukuran.



sumber:http://id.wikipedia.org/wiki/Sisingaan
sumber gambar:inilah.com

12/16/2012

BUDAYA BUKAN LEMBARAN BUKU



"Orang tua kita pernah mengatakan, bahwa terpuruknya suatu bangsa ketika hilangnya Budaya Bangsa tersebut dan terjajah oleh budaya luar, faktanya ketika Negara Jepang, Cina, Thailan, Arab dan negara lainnya yang mempertahankan tulisan/hurufnya bisa menjadi Jati Diri Bangsanya. Sementara kita sibuk berlomba membuat kaligrafi dan motif tulisan laten yang sebenarnya kita memiliki motif tulisan Jawa Kuno yang tidak kalah menarik dan terdapat makna dalam tulisan itu. Dan fakta lainnya Anak kita lebih sering memegan gitar daripada kecapi, adik kita lebih sering memainkan rekorder daripada suling. Hal itu karena kita lebih sering bernyanyi Pop atau Rock'n Roll daripada Sinom atau Kinanti (Pupuh.Nyanyian Sunda)

"Jangan menggunakan mulut orang untuk berteriak tapi gunakanlah mulut sendiri untuk berteriak", doronglah Budaya Bangsa ini jangan membanggakan Budaya Bangsa lain, karena akan seperti sekumpulan rayap di pintu Rumah, semakin didiamkan akan merugikan karena hilangnya Jati Diri Bangsa itu sendiri. Hilangnya Jati Diri juga berarti kita kehilangan Kepribadian yang akhirnya berprilaku seperti Pion Catur, susunan langkahnya dimainkan.

Percuma kita membuat pagar sementara kebunnya tidak pernah terurus. UNESCO hanya menetapkan bukan untuk mengurus atau mengangkat budaya kita dan pemerintah hanya mampu SATU kata: MARIIIII..!! dan selebihnya himbauan.

Untuk itu, kembalilah kejiwa kita. Satukan Jiwa ini dengan Ibu Pertiwi karena di tanah inilah kita dilahirkan, di tanah inilah kita mendapatkan kehidupan.



Penulis: Wawan Kuswanto
Kepala Pasewokan LABRI SUBANG




12/15/2012

Sejarah Gedung Wisma Karya Subang

Gedung Wisma Karya

Wisma Karya, yang berada di pusat Kota Subang, menyimpan nilai sejarah penting bagi perjalanan kemerdekaan di tanah pasundan. Pada era penjajahan belanda, gedung Wisma Karya dijadikan tempat refreshing kaum gegeden Belanda di bawah kepemimpinan Tuan PW Hofland. Gedung ini berdiri di atas lahan seluas sekitar 1 ha dan sekarang merupakan area perkantoran. Dulunya gedung ini bernama Societeit dan dibangun pada masa perusahaan P&T Lands PW Hofland. Berdirinya perusahan P&T Lands dilatarbelakangi defisit keuangan Belanda pada masa Thomas Stanford Raffles. Sejumlah tanah kekuasaan pemerintah kolonial dijual kepada partikelir. Pada tahun 1812, Pamanukan dan Ciasem dijual kepada Muntinghe dan Shrapnell. Kemudian pada 1854 dijual lagi kepada Peter Wellem Hofland, yang kemudian perusahaan perkebunan ini dinamakan P&T Lands (Pamanukan & Tjiasem Lands).

Dalam naskah sejarah PW Hofland  yang di Museum Daerah Kabupaten Subang menyebutkan, Hofland melakukan penjajahan di daerah Subang, dengan cara memperluas kekuasaan dengan menjalankan usaha di bidang perkebunan kopi. Foflan juga  terkenal dengan julukan saudagar kopi. Dalam  jajahannya ini Hofland menggunakan cara yang halus dan tidak diketahui rakyat pada awalnya. Namun dengan secara sengaja Hofland memang sedang menjalankan jajahannya di daerah Subang yaitu melalui perluasan tanah untuk di gunakan sebagai lahan usahanya. Selama beberapa tahun menjajah, Hofland pun berhasil memperluas kekuasaannya. Atas  keberhasilannya ini, Hofland membuat kontrak dengan pemerintah Hindia-Belanda dalam bidang perdagangan kopi pada tahun 1840. Hofland turut menjadi pemilik tanah P&T (Pamanoekan & Tjiasem) Landen. Kemudian  pada tahun 1858 seluruh tanah partikelir P&T Land menjadi milik pribadi Hofland. Pemerintah  Hindia-Belanda kemudian memberikan kekuasaan untuk mengnagkat pejabat pemerintah partikelir yang disebut Demang pada 18 Agustus 1859.

Dengan pengangkatan pejabat pemerintahan partikelir Demang tersebut, wilayah Subang terbagi ke dalam delapan kademangan. Terdiri dari Kademangan Batu Sirap (Cisalak), Kademangan Ciherang/Wanareja, Kademangan Sagalaherang, Kademangan Pagaden, Kademangan Pamanukan, Kademangan Ciasem, Kademangan Malang/Purwadadi  dan Kademangan Kalijati.

Dalam upaya mengeklusifkan diri di tanah jajahannya, kemudian Hofland bersama delapan demang mendirikan sebuah gedung diberi nama Societe atau kelompok masyarakat yang mengeksklusifkan diri. Kelompok inilah yang sering berkumpul untuk saling bersosialisasi di gedung yang sekarang dikenal dengan nama Wisma Karya. Gedung ini digunakan untuk tempat berkumpul para demang. Pada 14 Januari 1929 gedung ini direnovasi dan diresmikan Mrs WH Daukes, tujuannya sebagai tempat untuk bersosialisasi para pejabat P&T Land, tempat pertunjukan atau hiburan, olahraga, golf, bilyard dan bowling bangsa asing.

Dilihat dari arsitektur bangunannya, pada bagian kanan gedung Wisma Karya yang menghadap ke arah Bandung itu terdapat ruangan pertemuan berikut panggung. Di tempat itulah, para gegeden Belanda itu menonton film dan berdansa. Sementara pada bagian kanan, pun terdapat ruangan yang ukurannya lebih kecil dari tempat pemutaran film dan berdansa. Di belakang ruangan keduanya, terdapat beberapa ruangan yang menyerupai kantor-kantor.

Hingga saat ini arsitektur bangunan gedung bersejarah itu dipertahankan seperti aslinya. Hanya saja pemanfatannya yang mengalami perubahan. Pada sekitar dua tahun lalu, gedung Wisma Karya dijadikan kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Subang dan juga di  beberapa ruangan Wisma Karya dijadikan museum benda purbakala, kalau yang dulunya tempat dansa sekarang kerap disewakan untuk event. Dan beberapa tempat lainnya digunakan untuk kantor ormas.




dirangkum dari berbagai sumber antara lain:
http://asosiasibmx.com/id/calendar/venueevents/75-wisma-karya-subang
http://www.tintahijau.com/indeks/55-budaya/703-menelurusi-sejarah-wisma-karya-doeloe-dan-kini.html
http://pasundanekspres.co.id/pasundan/4264-sejarah-gedung-wisma-karya-dan-patung-petter-willem-hofland
sumber gambar: http://intanpandinni.blogspot.com