Kesenian degung adalah
pertunjukan yang mneggunakan instrument gamelan
waditra. Kesenian degung lebih mengarah kepada laras pelog. Eksistensi
kesenian degung lebiih menekankan kepada peran seorang sinden dengan
melantunkan ungkapan keagunganilahi, yang diwujudkan daloam bentuk
ka-nagara-an. Intrumen kesenian degung yang paling dominan adalah boning dan
go’ong atau gong.
Kata degung memberikan makna “Ngadeg Nu Agung” artinya selama
menjalani kehidupan di dunia harus mampu “Ngadegkeun Nu Agung dina diri jadi
Kaagungan”. Lantunan lirik sinden memberikan silib-siloka akan ajaran yang harus dimaknai di dalam kehidupan
manusia. Instrumen boning mengisyaratkan Buana
Kahyangan. Kendang mengisyaratkan Kendan
Hyang atau nagara kendan. Go’ong merupakan silib kebesaran atau keagungan.
Kesenian degung secara
keseluruhan memberi pemahaman ajaran atau adab sunda yaitu ”Ngadegkeun Nu Agung Dina Diri” (ketauhidan)
, yang berasal dari Buana Kahyangan di kerajaan Kendan. Kerajaan berawal dari Prabu Sindula, sebagai bentuk perwujudan atau perwakilan Hyang Agung di muka bumi.
Kujang sebagai simbolisasi dari
seni degung ini adalah kujang Naga, Kujang kUntul dan Kujang jenis Pangarak.
Kujang naga bermakna nagara atau kanagaraan.
Kujang Kuntul atau Bango bermakna laku elmu menuju ke
kahyangan atau moksa (menuju ke langit atau leungit)
Kujang Pangarak sebagai
personifikasi panji kaagungan nagara (karatuan)
-
Kacapi
Suling
Kacapi (yang dimaksud adalah kacapi indung) secara fisik bentuknya
menyerupai perahu besar. Kacapi Indung mempunyai senar 17-18 utas,
sebagai instrument kesenian bunyi memainkannya dengan cara di petik
dawai-dawainya secara harmonis. Suling adalah instrument tiup yang menghasilkan
bunyi, yang dibuat dari bamboo denga jumlah lubang 6 di depan dan 1 di
belakang, dan bagian atas didikat oleh sayatan kulit hoe (dalam bahasa Indonesia rotan). Kedua Instrumen tersebut
apabila dilantunkan akan menghasilkan irama sukma yang menghantarkan jiwa, ke
“atas” atau atmosfir ke-ilahi-an. Musik ini popular dengan istilah Cianjuran.
Bentuk kacapi indung yang berupa
perahu (Parahu) member makna Para-Hyang sebagai pancer atau pusat
buana dalam kehidupan di marcapada.
Jumalah senar 18 memberi makna pada aksara pusaka yang merupakan ajaran Sunda,
dimana ke-18 aksara tersebut mempunyai makna atau ajaran. Untuk membuka esensi
ajaran Sunda Parahyang dan Kahyangan harus dapat membuka makna 18 aksara Ha Na Ca Ra Ka tersebut, karena kunci
dari aksara tersebut adalah Da Punta
Hyang Patanjala
Da bermakna Sunda
Punta bermakna Buana Panca Tengah
Hyang bermakna Kahyangan
Patanjala bermakna Galuh
Kandungan makna tersebut tertulis dalam Aji Sastra Jendra Hayuningrat
atau Aji Saka Purwawisesa (Sribima, Punta, Narayana Madura, Suradipati)
Kacapi Indung dimulai dari Kaman
Taruma Nagara yang diidentikkan dengan tokoh Galuh Kandiawati Dewi Mayang Sunda yang berkedudukan di Parahyang
(gunung Bukit Tunggul). Misi kenegaraan ini selanjutnya diteruskan pada jaman
Taruma Nagara denga misi ajaran Sribima-Punta-Narayana-Madura-Suradipati
atau Panca Kucika. Ajaran ini
kemudian dilaksanakan oleh dinasti Sunda dan Galuh.
Suling identik dengan Pajajaran,
kata suling mengisyaratkan makna Siliwangi. Perwujudan bentuk suling adalah
manifestasi dari sosok manusia yang mempunyai lubang7 diatas kepala. Lubang
yang berada di kepala manusia adalah 2 lubang mata, 2 lubang hidung, 2 lubang
dan 1 lubang hidung. Fenomena ini menunjuk kepada manusia Sunda yang memakai
ikat kepala yang sedang ditiup atau dimainkan oleh Sang Maha Pencipta untuk
melantunkan nada-nada indah ke-ilahi-an yang bermuatan ilmu dan amal kebaikan.
Silihwangi asal kata dari
Sa bermakna Satu atau Tunggal
La bermakna Alam Jadi
HA bermakna Hirup atau Utama
Wa bermakna Hawa
Nga bermakna Nu Kawasa
Siliwangi bermakna Rasa
Sajati Ning Kawasa
sumber:aris kurniawan,2012