Dasar Pemikiran
Membangun lembaga adat dalam
bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sangat dibutuhkan untuk
mencapai tujuan keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia. Hal ini
dikarenakan adat dalam kehidupan masyarakat Indonesia adalah
hukum berunsur dari nilai
luhur yang memegang tatanan prilaku masyarakat dalam segala aktifitas seperti
budaya, sosial, politik, ekonomi,dan lingkungan.
Melemahnya Budaya nasional dengan dicirikannya
kurangnya minat terhadap pemakaian bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa
daerah sebagai budaya ,
penegakan hukum yang cendrung memihak kepada uang dan penguasa, kesenjangan Sosial antara masyarakat yang sudah
semakin menjadi, dinamika Politik yang selalu diwarnai kericuhan
akibat aktifitas PILKADA atau pemenangan terhadap calon-calon pemimpin,
melemahnya kegiatan Ekonomi masyarakat akibat konsep neolib
yang pro kapital (pemegang modal) yang akhirnya mengakibatkan perusakan Lingkungan akibat pembangunan industri yang
menjadi salah satu agenda kapital tersebut.
Untuk itu, segala aktifitas nilai
masyarakat ini (Budaya, Hukum, Sosial, Politik, Ekonomi dan Lingkungan) harus
di atur/manajemen dalam sebuah kelembagaan agar nilai-nilai ini menjadi sebuah
tatanan yang memunculkan karakteristik dan jati diri Bangsa Indonesia
dan terciptanya suatu pola peradaban
Manajemen yang melibatkan
masyarakat adat setempat adalah kunci utama untuk kemandirian dalam membangun
aturan - aturan
untuk kehidupan masyarakat itu sendiri. Hal itu dikarenakan manajemen yang
dilakukan dalam lembaga adat tersebut adalah bersifat pembelajaran terhadap
potensi-potensi SDA & Budaya
yang berada dalam wilayah adat. Manajemen ini pada akhirnya bisa mengaktifkan
kegiatan masyarakat dan melahirkan SDM-SDM yang berkualitas dan bisa menjadi
kader-kader
penerus dan penyempurna bagi kemajuan bangsa dan negara.
Gambar I: Struktur Negara Bangsa
Gambar
di atas adalah suatu pola skenario untuk tersusunnya suatu peradaban yang
dimulai dari sebuah pondasi dari NKRI
itu sendiri yaitu Bangsa Indonesia. SDA/Budaya adalah sebuah asset yang
dimiliki oleh bangsa dan tersebar pada organisasi ruang. Pengertian organisasi
ruang disini adalah peta wilayah yang berada dalam sebuah bangsa. Seperti kita
ketahui bersama bahwa wilayah bangsa itu dimulai dari RT/RW, Desa, Kelurahan dan Kecamatan. Jenjang tingkatan ini
bukanlah jenjang kekuasaan seperti halnya yang dimiliki oleh sebuah Negara
(organisasi kekuasaan) tapi jenjang ini lebih merupakan pola interaksi sosial
yang akan secara bersama-sama merumuskan formulasi untuk mengangkat dan menyempurnakan
pengetahuan Indegenous (Pribumi). Dari sini peran LABRI yang berperan sebagai
MOP (manajemen organisasi pembelajaran) bisa mengorginir/meningkatkan aktifitas
kegiatan penduduk sesuai dari rumusan formula yang telah dibuat. SDM yang
bermanfaat ini pun lahir akibat kegiatan yang telah dibuat. Dengan kata lain
tujuan dari Preambule UUD 45 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa telah
dirancang dari awal dari sebuah pondasi untuk sebuah bangunan Negara bisa
tegak.
Penguatan
SDM/Pengurus
Lembaga adat harus dibuat sesederhana mungkin.
Merampingkan kepengurusan dalam lembaga akan membangkitkan kinerja dari
orang-orang yang ada di dalamnya. Kepengurusan dalam lembaga adat
dipimpin oleh seorang Kepala, Kepala
kantor dan
Kepala Sekretariat
serta Penjawat (Kepala Kegiatan yang bersifat dinamis) . Kepala yang akan memimpin
segala kegiatan lembaga baik ke masyarakat maupun pemerintah. Oleh
karena itu, pemahaman terhadap konsep/ dasar pemikiran dari lembaga adat itu
mutlak harus dimengerti dan dipahami. Sekretaris
yang akan menyimpan segala data dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan
lembaga.
Anggota lembaga itu adalah
seluruh masyarakat yang berada dalam wilayah adat tersebut. Dari sinilah kepala
adat secara kepedulian penuh coba mencari potensi-potensi dari anggota
masyarakat yang akan masuk dalam kegiatan lembaga adat. Potensi-potensi anggota
masyarakat itu bisa dilihat dari nilai-nilai yang ada pada
dirinya.Klasifikasinya bisa di lihat dari nilai : Budaya, hukum sosial politik
ekonomi dan lingkungan.
Pada
akhirnya, lembaga itu akan kuat bilamana diisi oleh individu-individu yang
berangkat dari interest valuea-nya
sendiri. Setiap anggota akan bertanggung jawab secara penuh dengan tugasnya,
yang sebenarnya tugas itu sendiri lahir dari kekuatan nilai luhur dari
kehidupan.
KOMPETENSI
|
KOMUNIKATIF
|
KEPEDULIAN
|
KEBERANIAN
|
KREATIF
|
|
|||||
Gambar II: Proses Kreatif
Kekuatan
nilai itu adalah Kompetensi dari setiap
anggota Lembaga. Kemampuan yang dimiliki oleh anggota itu dikomunikatifkan
secara bersama-sama kepada anggota lain. Tapi komunikatif di sini juga bisa beragam makna. Anggota tersebut bisa
melakukan riset, Tanya jawab dan melakukan kaji ulang terhadap nilai yang
dikerjakannya. Semakin mengenal nilai maka semakin anggota tersebut akan timbul kepedulian. Pada proses ini kepedulian
akan mengambil peran dalam karakter seorang anggota yaitu keberanian. Nilai nilai yang berkembang dalam dirinya akan terangkat
secara penuh dan menjunjung kreatifitas dari setiap anggota. Proses kreatif ini
yang dimulai dari Kompetensi anggota adalah bertujuan untuk memperbesar potensi
(+) dan memperkecil sebuah kendala (-)
Penguatan
Lembaga
Penguatan lembaga dalam
kondisi realita saat ini sesuai dengan Permen 33 thn 2009adalah dengan mengajukan izin
domisili kepada desa/lurah/camat terkait lalu mengajukan permohonan pendaftaran
sesuai dengan tingkatnya seperti provinsi, kotamadya atau kabupaten kepada
Gubernur walikota atau bupati melalui
Kepala SKPD yang membidangi urusan Kesatuan Bangsa dan Politik.
Bila langkah I
pertama ini sudah dikerjakan dan mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar (SKT)
maka lembaga adat itu sudah sah secara legalitas hukum.
Akan tetapi kondisi realita ini justru menjadi boomerang sendiri dalam
penguatan lembaga adat. Seperti kita ketahui bersama konsep Top Down (dari atas
Ke bawah), sebuah Negara melakukan penetrasi kepentingan baik dari asing,
pengusaha, kelompok, golongan, partai dan underbouwnya.
Lembaga
adat terpenjara di wilayahnya sendiri dan lebih (hanya) difokuskan kepada
pagelaran-pagelaran seni atau ceremonial belaka. Padahal sebuah seni hanyalah
salah satu dari unsure nilai budaya.
Oleh karena itu, penguatan lembaga ini harus
didukung oleh seluruh nilai yang ada khususnya Ekonomi dan Politik. Sistem
Ekonomi dan Politik yang dilakukan oleh sebuah Lembaga Adat yaitu Lumbung dan Musyawarah. Kedua sistem ini sebagai perlawanan terhadap
Koperasi/Bank dan Demokrasi. Bila Koperasi dan Demokrasi itu lebih bersifat Top
Down (Atas ke Bawah) maka Lumbung
dan Musyawarah bersifat Bottom Up (Bawah
ke Atas). Segala unsur di bawah seperti tokoh adat dan tokoh masyarakat wajib
memberikan pemahamannya tentang kedua sistem ini. Hal ini dikarenakan Lumbung dan Musyawarah itu telah ada dan hidup berkembang sebelum Republik
terbentuk. Untuk itu, membangkitkan kembali pengetahuan pribumi adalah satu
cara yang efektif untuk penguatan Lembaga Adat
Setiap anggota masyarakat yang terhimpun dalam Lembaga Adat harus
melakukan musyawarah sebagai agenda wajib untuk membicarakan Kompetensi/ Ilmu. Musyawarah yang
mengedepankan Hak Bicara daripada Hak Suara adalah suatu metoda yang efektif
untuk melahirkan sebuah Ilmu Pengetahuan yang bermanfaat untuk kekuatan bangsa
pada umumnya dan adat pada khususnya. Pada akhirnya, pemikiran dasar bahwa
bahwa membangun sebuah bangunan kokoh bilamana pondasinya juga stabil dan kuat
bisa terlaksana.
Rendra K.H
LABRI
LABRI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar